Misindo Global News, Jakarta, 04 Desember 2025 – Di sebuah ruang pertemuan yang hangat dan penuh percakapan berlapis semangat, The Tavia di Heritage Hotel Cempaka Putih menjadi saksi lahirnya sebuah babak baru. Pada Kamis (04/12/2025), ratusan tokoh Kristen dari berbagai penjuru Indonesia berkumpul—bukan sekadar berbincang, tetapi merumuskan sesuatu yang jauh lebih besar: sebuah partai politik baru yang ingin membawa suara iman, etika, dan keadilan memasuki gelanggang politik nasional.
Suasana pertemuan itu berbeda dari kebanyakan forum. Ada keseriusan yang terasa di udara, bercampur dengan harapan yang mengalir dari satu meja ke meja lain. Mereka datang sebagai individu, tetapi pulang sebagai bagian dari sebuah gerakan yang mencoba memberi bentuk bagi kerinduan umat: menjadi lebih terdengar, lebih terwakili, dan lebih dihargai.
*Membangun dari Fondasi: “Kita Harus Serius dari Langkah Pertama”*
Yusuf Mujiono, salah satu inisiator yang suaranya kerap mencuri perhatian, berdiri dan berbicara lugas.
"Kita harus membentuk partai dulu—lengkap dengan Ketua Umum, Sekjen, dan Bendahara. Langkah awal tidak boleh setengah-setengah," ujarnya, menegaskan disiplin yang harus menjadi DNA dari gerakan baru ini.
Di berbagai sudut ruangan, kepala-kepala mengangguk. Semua memahami, partai politik tidak lahir dari niat baik saja. Ia lahir dari rancangan yang kokoh.
*Menghidupkan Kembali Semangat yang Pernah Ada*
Dwi Urip Premono menyampaikan sesuatu yang membuat suasana sedikit senyap: bahwa gerakan ini sebenarnya merupakan kelanjutan sejarah. Bahwa ada semangat partai berbasis Kristen yang pernah hidup—dan kini, seperti bara yang disangkap kembali, mulai menghembuskan nyala baru.
Sarianta Tarigan menimpali dengan perspektif yang realistik.
"Memasuki sistem politik adalah cara efektif untuk memperjuangkan kepentingan umat. Kalau ingin didengar, kita harus berada di dalam arena," katanya.
Kata-kata itu menjadi jembatan emosional: antara masa lalu, realitas hari ini, dan harapan esok.
*Perebutan Nama: Kasih, Kesetaraan, dan Harapan*
Dalam sesi yang lebih dinamis, diskusi melompat pada nama partai. Tiga nama muncul sebagai kandidat kuat:
* Partai Kasih Karunia
* Partai Setara Indonesia (Setara)
* Partai Sejahtera Nusantara (Setara)
*
Nama-nama ini bukan sekadar label; ia membawa filosofi. Kasih. Kesetaraan. Sejahtera.
Josua Tewu dengan tenang mengungkapkan pikirannya:
"Saya melihat ketiganya punya jiwa. Kasih Karunia membawa identitas moral kita. Setara membawa harapan bangsa," katanya, memberi bobot pada diskusi yang terus mengalir.
Ada juga kesepakatan menarik: identitas inti tetap dijaga oleh pengurus Kristen, tetapi ruang kolaborasi tetap terbuka bagi non-Kristen. Sebuah titik keseimbangan yang menegaskan bahwa gerakan ini tidak ingin eksklusif, tetapi tetap berakar.
*Ketelitian Hukum: “Satu Kesalahan Bisa Membuat Kita Terhenti Sebelum Berjalan”*
Di tengah antusiasme itu, terdapat satu suara yang mengingatkan semua untuk tidak terpeleset oleh aturan—Sahat Sinaga.
"Nama partai harus benar-benar belum digunakan. Misalnya Parsindo, itu sudah ada. Kita tidak boleh salah langkah," katanya.
Ia kemudian memaparkan persyaratan pembentukan partai baru dengan ketelitian seorang penjaga gerbang:
* KTP para pendiri
* AD/ART yang sesuai UU
* Pendiri tidak boleh terdaftar di partai lain
* Kuota minimal 30% perempuan
* Pembentukan Dewan Pembina dan Mahkamah Partai
* Mekanisme penyelesaian sengketa internal
* Penyebaran kepengurusan di 38 provinsi
*
Langkah-langkah itu terdengar administratif, tetapi di sinilah fondasi sebuah partai diuji.
*Jati Diri: Antikorupsi, Kebersihan Moral, dan Semangat Api*
Bagian yang paling membangkitkan energi adalah saat para inisiator menyinggung jati diri partai. Sebagian besar sepakat: partai ini harus bersih. Harus berani. Harus menolak korupsi tanpa kompromi.
Herbert Aritonang berbicara dengan suara dalam.
"Kita membawa identitas etika. Kita menolak korupsi—secara terang, tegas, tanpa tawar-menawar," ujarnya.
Sementara itu, Sarianta Tarigan mengingatkan tentang realitas sosial Indonesia.
"Berinteraksi dengan baik dengan umat Muslim dan komunitas lain bukan cuma strategi—itu kewajiban moral," katanya.
Di tahap ini, muncul gagasan simbol partai: Api.
Api yang melambangkan semangat.
Api yang melambangkan keberanian.
Api yang melambangkan tekad untuk menyinari ruang publik dengan integritas.
*Harapan Baru: Membangun Partai yang Relevan dan Diterima*
Pertemuan itu ditutup tanpa gegap-gempita, tetapi dengan keyakinan yang mengendap di benak setiap peserta: bahwa gerakan ini akan melangkah jauh jika disiapkan dengan benar.
Tim kecil segera dibentuk. Nama akan difinalisasi. Logo akan dirancang. AD/ART akan disusun. Kepengurusan provinsi akan dibangun satu per satu.
Sebuah partai tidak pernah lahir dalam sehari. Tetapi di hari itu, benihnya ditanam—dengan tangan-tangan yang penuh harapan, pikiran yang penuh strategi, dan hati yang membawa api yang sama.
Dan mungkin, ketika beberapa tahun berlalu, orang akan mengingat pertemuan di sebuah hotel di Cempaka Putih sebagai awal lahirnya sebuah gerakan politik yang mengubah peta.
Sumber : Pelita Nusantara News
Editor : rgy