PELEPASAN SISWA-SISWI PELAJAR SMA AMOR: LANGKAH AWAL MENUJU MASA DEPAN GEMILANG

label

Mari bergabung bersama kami para jurnalis/wartawan untuk dapat mengembangkan skill dan pengalaman dalam menulis, silahkan hubungi team kami atau redaksi kami | Mari bergabung bersama kami para jurnalis/wartawan untuk dapat mengembangkan skill dan pengalaman dalam menulis, silahkan hubungi team kami atau redaksi kami | Mari bergabung bersama kami para jurnalis/wartawan untuk dapat mengembangkan skill dan pengalaman dalam menulis, silahkan hubungi team kami atau redaksi kami |
Mari bergabung bersama kami para jurnalis/wartawan untuk dapat mengembangkan skill dan pengalaman dalam menulis, silahkan hubungi team kami atau redaksi kami | Mari bergabung bersama kami para jurnalis/wartawan untuk dapat mengembangkan skill dan pengalaman dalam menulis, silahkan hubungi team kami atau redaksi kami | Mari bergabung bersama kami para jurnalis/wartawan untuk dapat mengembangkan skill dan pengalaman dalam menulis, silahkan hubungi team kami atau redaksi kami |

iklan

iklan

PELEPASAN SISWA-SISWI PELAJAR SMA AMOR: LANGKAH AWAL MENUJU MASA DEPAN GEMILANG

Selasa


Misindoglobalnews, Semarang, 12 Mei 2025 – Acara pelepasan pelajar Amor yang berlangsung di semarang dikemas secara istimewa melalui tradisi bakar batu. Tradisi ini sarat akan makna syukur dan kebersamaan dalam budaya Papua, serta melibatkan gotong royong dari para pelajar dan mahasiswa Papua yang berada di wilayah tersebut. Acara pelepasan 75 pelajar Papua yang lulus di Pulau Jawa berlangsung meriah dengan tradisi bakar batu, simbol syukur dan kebersamaan.

Acara ini juga menjadi momen penting bagi siswa-siswi pelajar SMA Amor 2024-2025 Yayasan Binterbusih Semarang, dengan tema "Langkah Awal Menuju Masa Depan Gemilang." Tema ini mencerminkan harapan dan semangat para lulusan untuk memulai perjalanan baru mereka menuju dunia perguruan tinggi.

Ketua Panitia Syukuran, Pelinus Janampa, mengungkapkan bahwa persiapan acara telah dilakukan sejak awal Mei. “Kami mulai dari tanggal 2 Mei. Rapat dan pengumpulan dana dilakukan bersama-sama, karena teman-teman kami tersebar di berbagai kota seperti Magelang, Muntilan, Ambarawa, hingga Semarang. Kami bentuk panitia umum untuk menyatukan kekuatan,” ujarnya.

Puncak acara ditandai dengan pemotongan empat ekor babi dalam tradisi bakar batu. Menurut Pelinus, dua ekor babi merupakan bantuan dari Yayasan Binterbusih, sementara dua lainnya dibeli dari hasil iuran sejak 2022 hingga 2024, serta sumbangan dari koordinator wilayah Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Mimika (IPMAMI) se-Jawa dan Bali. “Ini adalah pertama kalinya angkatan kami mampu memotong empat ekor babi. Sebuah pencapaian yang belum pernah dicapai oleh angkatan sebelumnya,” kata Pelinus dengan bangga.

Selain syukuran, acara ini juga menghadirkan mahasiswa Papua dari berbagai daerah yang diundang secara resmi oleh panitia. Kehadiran mereka bertujuan untuk merayakan syukuran bersama dan merasakan kekeluargaan antara pelajar dan mahasiswa yang berasal dari Kabupaten Mimika.

 Manager Yayasan Binterbusih, Robert Manaku, menjelaskan tentang kesiapan pengusaha di SMA dan SMK dalam menghadapi dunia yang terus berubah, khususnya di perguruan tinggi. Ia menekankan pentingnya persiapan yang dimulai sejak kelas 11 untuk siswa yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. “Kami sudah mempersiapkan mereka dari sisi akademik dan fisik. Namun, ada tantangan ketika siswa tidak memiliki motivasi yang sama untuk mengikuti persiapan ini,” ungkap Robert. Ia juga menekankan bahwa lulusan harus siap berjuang di perguruan tinggi dan mengembangkan karakter yang kuat, serta berinisiatif dalam berkomunikasi dengan dosen dan teman.

Robert menambahkan, untuk siswa kelas 10 dan 11, persiapan harus dimulai lebih awal. “Kami berharap mereka dapat mengikuti program belajar yang ada, terutama dalam memperkuat dasar-dasar pendidikan seperti matematika dan bahasa,” ujarnya. Ia menekankan pentingnya keterlibatan aktif siswa dalam presentasi dan diskusi untuk mempersiapkan mereka menghadapi dunia kampus.

Pembina dan Penasehat Yayasan Binterbusih, Bapak Paul, memberikan pesan penting kepada siswa-siswi kelas 12. Ia mengingatkan, “Anak-anak yang saya kasihi, teruskanlah kebiasaan baik yang sudah kalian pelajari di asrama ketika kalian nanti tinggal di tempat kos dan melanjutkan kuliah. Di asrama, kalian telah dilatih untuk hidup tertib—bangun pagi, rajin belajar, bertanggung jawab atas tugas, dan disiplin mengikuti aktivitas dari pagi hingga malam. Itu bukan sekadar aturan, tetapi pembentukan karakter.” Ia menekankan pentingnya disiplin dan tanggung jawab dalam menghadapi kehidupan di perguruan tinggi.

Bapak Paul juga menyoroti kesiapan lulusan SMA dalam menghadapi dunia yang terus berubah. “Kesiapan lulusan sangat bervariasi. Ada yang sudah siap secara mental dan karakter, tetapi tidak sedikit yang belum siap. Mereka yang hanya mengikuti aturan tanpa memahami maksud di baliknya akan kesulitan saat memasuki dunia mahasiswa,” jelasnya. Ia menekankan bahwa karakter dan kedewasaan adalah kunci kesiapan menghadapi tantangan di perguruan tinggi.

Lebih lanjut, Bapak Paul menegaskan bahwa keberhasilan siswa tidak hanya diukur dari prestasi akademik, tetapi juga dari pembentukan karakter, kedisiplinan, dan semangat hidup yang ditanamkan selama masa pembinaan di asrama. “Hidup ini seperti anak tangga. Jika fondasi pendidikan di keluarga dan sekolah kuat, maka langkah ke jenjang berikutnya akan lebih kokoh,” ujarnya.

Ia juga menyoroti pentingnya konsistensi dalam mempertahankan kebiasaan baik. Banyak siswa, menurutnya, mampu hidup tertib di asrama karena dibimbing, namun kesulitan saat harus mandiri di perkuliahan. “Saya berpesan, teruskan semangat itu. Jangan loyo hanya karena sudah tidak ada yang mengatur. Mahasiswa itu harus belajar mengatur diri sendiri,” tegasnya.

Bapak Paul menekankan dua nilai utama yang menjadi pesan kunci dalam pelepasan ini: semangat dan sukacita. Ia menggambarkan semangat sebagai kekuatan alamiah anak-anak Papua, yang sejak kecil terlihat aktif, ceria, dan penuh energi. Namun, menurutnya, semangat itu kerap melemah saat remaja karena pengaruh lingkungan. “Kita harus menjaga semangat itu tetap hidup—bukan hanya di mulut, tetapi di wajah, gerak, dan sikap sehari-hari,” ujarnya.

Sementara itu, sukacita disebut sebagai kekuatan batin yang membuat seseorang tetap teguh dan bersyukur dalam menghadapi tantangan hidup. “Sukacita itu bukan sekadar tersenyum, tetapi kekuatan untuk tidak mengeluh dan tetap berjalan dengan hati yang ringan. Saya bicara ini bukan teori, tetapi pengalaman hidup,” ungkap Paul, yang kini berusia 74 tahun dan masih aktif membina siswa.

Jika saya harus memilih satu nilai hidup yang paling penting untuk dipegang oleh setiap lulusan, maka itu adalah semangat dan sukacita. “Semangat itulah yang membedakan seseorang dengan yang lain. Saya selalu tekankan: anak Papua sejak kecil dikenal punya semangat yang luar biasa,” tutupnya.
Acara pelepasan juga dimeriahkan denggan berbagai tarian khas dan budaya Papua yang memukau. Nuansa kekeluargaan sangat terasa, membuat perpisahan ini terasa hangat dan menginspirasi.
Para lulusan ini adalah hasil dari pembinaan selama tiga tahun oleh Yayasan Binterbusi di Amor. Mereka berasal dari Kabupaten Mimika, Papua Tengah dan kini siap melangkah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi di berbagai universitas di Indonesia. (Jakson Magal) 


Berita Terdahulu


Berita Populer